Kamis, 10 Januari 2008

Banjir

Perambahan Hutan Sebabkan Banjir dan Longsor Morowali
Palu, Sulawesi Tengah- Banjir bandang disertai longsor melanda permukiman penduduk empat kecamatan di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Dalam pengamatan WALHI Sulawesi Tengah, bencana ini lebih disebabkan oleh perambahan hutan yang dilakukan oleh investor dan pemerintah setempat. Juga oleh pemerintah pusat, dalam hal ini, Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Sumber daya hutan adalah daya tarik ekonomi yang dimiliki Propinsi Sulawesi Tengah, di luar potensi migas. Di Kabupaten Morowali, luas tutupan hutan pada tahun 2001 adalah 1.031.931 ha. Tak mengherankan, jika investor, baik lokal maupun asing, berbondong-bondong melakukan eksploitasi ke Sulawesi Tengah. Tabel 1. Luas Tutupan Hutan Kabupaten Morowali
No
Jenis Peruntukan Hutan
Luas Hutan (ha)
Keterangan
1
Hutan Lindung
447.170 ha

2
Hutan Produksi
193.649 ha

3
Hutan Produksi Terbatas
230.567 ha

4
Hutan Produksi
80.294 ha
Dapat Dikonversi
5
Hutan Suaka Alam
62.251 ha


TOTAL LUAS TUTUPAN HUTAN
1.031.649 ha

Maraknya eksploitasi (pengusahaan dan atau pemanfaatan) hasil hutan kayu di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, secara langsung, berperan mengantar kerusakan hutan Morowali. Terlebih, pemberian izin tak didukung oleh kontrol memadai di lapangan. Alih-alih mengawasi, aparatur negara (elite lokal, birokrat, kepolisian) justru melibatkan diri dalam melakukan pembalakan liar. Tak ayal, banjir dan longsor Morowali pun menelan korban meninggal dunia sebanyak ± 71 orang. Di Morowali, sejak 10 tahun terakhir, banjir dan longsor seolah-olah menjadi bencana tahunan. Namun, banjir dan longsor yang melanda Kecamatan Bungku Utara, Mamosalato, Soyo Jaya, dan Petasia, tiga pekan lalu, adalah bencana terbesar dan terbanyak merenggut korban. Dari penelusuran WALHI Sulawesi Tengah, diperoleh data sebagai berikut: Tabel 2. Korban Banjir dan Longsor Morowali 2007
No
Jumlah Jiwa
Keterangan
1
71 orang
Korban meninggal dunia. Korban sejumlah 71 orang ini ditemukan di Desa Ueruru (41 orang) dan Desa Boba (13 orang), Kecamatan Bungku Utara.
2
43 orang
Korban luka-luka. Saat ini, sebagian besar korban dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Morowali di Kolonodale. Umumnya, mereka menderita patah tulang karena terbentur material longsor. Dari 43 orang, 12 orang di antaranya adalah anak-anak yang kehilangan orang tuanya.
WALHI Sulawesi Tengah menilai, banjir dan longsor kali ini mutlak diakibatkan oleh perambahan hutan Morowali. Sejak 2001 – 2007, areal hutan Morowali terbagi dalam aneka konsesi: (1) Perkebunan sawit dengan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 9.855 ha; (2) Pertambangan seluas 71.590,007 ha; (3) Hak Pengusahaan Hutan (HPH) seluas 105.000 ha; dan (4) IPKTM seluas 1.770 ha. Tentu saja, pengaturan konsesi ini tak sebanding dengan jumlah tutupan hutan yang tersedia, serta laju perubahan tutupan hutan seluas 169,32 ha/tahun sejak tahun 2001. Terlebih, tingkat kekritisan lahannya mencapai 3,29%, setara dengan 20.260 ha. Ironisnya, 3 perusahaan yang memiliki IPKTM di Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali, mengantongi izin operasi dan memiliki areal tebangan seluas 360-800 ha sejak 2004 s/d 2007 (Database WALHI Sulawesi Tengah, 2006). “Tingginya laju kerusakan hutan Morowali,” ujar Supardi Lasaming, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tengah, “ditimbulkan oleh maraknya penebangan hutan legal dan ilegal sejak 5 tahun terakhir. Apalagi, pemerintah daerah dan aparat keamanan setempat tak serius menindak pelaku penebangan hutan liar yang merusak, legal dan ilegal. Ditambah lagi, Pemkab Morowali dan Departemen Kehutanan terlampau mudah mengeluarkan izin bagi industri kayu di Morowali, tanpa disertai observasi lebih dulu atas kondisi hutan Morowali.” Wilianita Selviana, Koordinator Divisi Advokasi dan Kampanye WALHI Sulawesi Tengah, menambahkan “dalam 5 tahun terakhir, pemerintah telah mengeluarkan izin bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan luas 9.855 hektar, perusahaan pertambangan 136.793 ha, perusahaan pemegang hak pengelolaan hutan 105.000 ha, dan perusahaan pemegang izin pengelolaan kayu tanah milik (IPKTM) 1.770 ha. Sebagian besar perusahaan swasta pembuka hutan itu beroperasi di sekitar empat kecamatan di Morowali yang saat ini dilanda banjir. Tak heran, jika banjir selalu terjadi di sana.”Parahnya, perusahaan pemegang HPH dan IPKTM yang beroperasi di Morowali tidak hanya menebang kayu di wilayah yang ditentukan. Tetapi, merambah ke hutan-hutan lindung di Morowali, termaksud ke Cagar Alam Morowali. Dikhawatirkan, jika kerusakan hutan di Morowali tidak dihentikan, di masa mendatang banjir dan longsor Morowali akan lebih besar. Padahal, Kabupaten Morowali termasuk wilayah padat penduduk. Tabel 3. Jumlah Penduduk Kabupaten Morowali
No
Kecamatan
Jumlah Penduduk
1
Bungku Utara
18.142 jiwa
2
Mamosalato
7.933 jiwa
3
Petasia
28.662 jiwa
4
Soyojaya
4.945 jiwa

TOTAL
59.682 jiwa Untuk itu, JEDA TEBANG HUTAN menjadi keharusan yang mesti ditindaklanjuti oleh Pemkab Morowali. Terlebih, sejak tahun 2001-2007, laju kerusakan hutan di Morowali berlangsung cepat, yaitu 253.587 hektar atau 42.265 hektar per tahun. Jika tingkat kerusakan hutan terus berlangsung, dalam 20 tahun ke depan, hutan Morowali yang tinggal 750.000 hektar akan musnah.